Translate

Sabtu, 14 Desember 2013

entah apa

Halo!
Sebenarnya saya enggak kepikiran buat nge-post.  Tapi pengalaman saya yang satu ini sayang banget rasanya kalau enggak dishare.
Ini mungkin bukan hal terkonyol atau yang paling konyol yang pernah saya lakukan.
Jujur aja, saya sendiri juga bingung mau masukin ini sebagai pengalaman genre apa. Tapi setelah saya pikir, pengalaman ini agak sedikit nyerempet ke jenis konyol. Bukan ter- bukan juga paling. Hanya konyol saja.

Kejadiannya sudah lumayan lama, sekitar 6 bulan yang lalu. Seperti yang saya bilang, awalnya saya enggak pernah kepikiran buat nge-post.  Tapi, belakangan ini ada hal yang buat saya flashback.
 Jadi begini, sekarang ini saya dan teman-teman saya sedang mempersiapkan mading untuk HSO. HSO itu apa? Silahkan cari tahu sendiri.
Pas lagi ngumpulin ide, tiba-tiba kita flashback ke pengalaman konyol yang pernah melibatkan kami atau mungkin terlibat dalam kehidupan kami .
Jadi awalnya begini

6 bulan yang lalu, ada perlombaan mading 3 dimensi yang diadakan  salah satu media cetak terbesar di NTB, and we join it.
Lombanya itu sebenarnya hari minggu, but we started to prepare it early.  Dan  perlu diingat kalau early-nya itu bener-bener early. Catet.

Kalau boleh jujur, ini adalah pertama kali bagi saya atau mungkin bagi kami semua untuk membuat mading 3 dimensi.
Entah setan darimana yang membuat adrenaline kami terpacu untuk naked uhuk  I mean nekad mengerjakan itu semua,  bahkan tanpa Pembina.
 Kami mengerjakan itu semua dengan serius. Benar-benar serius.

Siang-malam kami bekerja
Hujan-panas kami terpa
Tidak peduli siapa-siapa
Kami tetap apa-apa
Halah apa coba!

Intinya, keseriusan kami sudah di ambang batas.

Kami pernah pulang setengah satu malam

Kami pernah hujan-hujanan untuk nyetak foto.

Kami pernah nyuci kain background malam-malam.

Kami pernah ke Senggigi cuma buat ngambil pasir.

Kami pernah merelakan jarum bensin kendaraan kami (terutama tegar dan wayan :p) melambung jauh dari huruf F.

Kami pernah merasakan bagaimana sakitnya ketika printer rusak disaat yang tidak tepat.

Kami pernah merasakan bagaimana susahnya mencari tempat nge-print jam 9 malam.

Kami pernah numpang nge-print di rumah pacar teman kami. Saya enggak kenal siapa. Tapi salah satu teman saya kenal. Jadi kami bisa pakai modus “I knew you and what’s yours is mine too”.

Kami pernah (terutama saya) ngisiin tinta printer orang.

Kami pernah (terutama saya) masuk ke dapur orang yang baru terlibat dalam kehidupan saya beberapa menit, hanya untuk mencuci tangan.

Kami pernah merasakan 4 hari makan siang hanya dengan cilok.

Kami pernah merelakan tangan kami keriput demi membuat bubur kertas. Dan sialnya, PRT di rumah Tegar dengan polos tandos dan bowosnya membuang endapan bubur kertas tersebut... well.. enggak kok  NYAKIT ENGGAK! BIASA AJA KOK BIASA AJA! -_____________-

Kami pernah ngemis-ngemis kain perca.

Kami pernah merasakan bahagianya dikasi discount sama mbak-mbak dagang kain.

Kami pernah merasakan gimana ribetnya bikin bahan mading sambil nahan ingus. Pernah.

Kami pernah minjem pick-up di mantan salah seorang dari kami buat bawa madingnya. Dan ada yang on fire banget waktu itu.

Kami pernah mindahin Sahara Pub ke Kantornya Notaris Heni Hapsari.

Kami pernah merasakan gimana pusingnya ngatur posisi biar madingnya muat diangkut.

Kami pernah merasakan gimana baunya bubur kayu dari kelompok lawan kami.  Saya mulai kepikiran, sepertinya mereka sengaja memasukkan gas beracun berbau untuk membunuh kami supaya kalah. Tapi maaf, kami semua kebal.

Kami pernah melihat manusia dijadikan mading. Serius demi apa, kantung ketawa kami rasanya benar-benar kempis melihat seorang anak kecil gendut yang didandani horror dan digeletakkan atau mungkin maksudnya dipajang tapi lebih terlihat seperti meletakkan secara sembarangan di mading. Ya saya tau mungkin kami jahat banget ngetawainnya walaupun enggak secara langsung but hey, we’re not Dominique Bryan yang ekspresinya datar banget kayak papan tripleks.

Kami pernah merasakan gimana susahnya nyari WC di Gelanggang Pemuda.

Kami pernah merasakan awkward moment ketika peserta yang lain makan nasi bungkus sedangkan kami delivery KFC. Itu Awkward bukan Pride. (okaylah kalau udah delivery KFC dan kita menang boleh saja bangga, tapi?)

Kami pernah merasakan bagaimana rasanya ketika peserta lain lebih memilih berfoto dengan kami daripada mading hasil karya kami.  Entahlah, saya merasa itu lebih seperti penghinaan halus.

Dan akhirnya kami MENANG! MENANG-IS dan MENANG-GUNG MALU

Sederet perjuangan dan pengorbanan telah kami lakukan. Semuanya tulus dan ikhlas kami laksanakan. Tapi harapan tidak sejalan dengan kehendak Tuhan. Lalu bagaimana kalu kita makan? Apa boleh buat, mungkin belum waktunya.
Setelah saya pikir-pikir pengalaman ini lebih cocok saya masukkan ke genre miris. K

Meskipun kami kecewa, tetapi kami sadar
 Ada hal yang lebih berharga dari sebuah piala dan gelar juara…

Ya. PENGALAMAN.
Walau itu hanya berupa hal-hal kecil yang sederhana, tapi berharga dan bermakna. J
I hate to say this but… I miss those shit-silly-screwy things that we have done<3  
 
saya masih simpen ini looh :"D

2 komentar: